Di Indonesia, meskipun di kota megapolitan seperti Jakarta, kesadaran untuk berasuransi jiwa masihlah cukup rendah bila dibandingkan dengan kesadaran menabung bahkan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan asuransi kerugian (harta benda). Sering orang tidak dapat mengapresiasi manfaat dari asuransi jiwa dan merasa mengikuti program asuransi jiwa hanya buang-buang duit tapi tidak jelas manfaatnya atau manfaatnya tidak bisa dinikmatinya langsung (menerima uang pertanggungan setelah kematiannya).
Sesuai dengan namanya, asuransi jiwa adalah jaminan perlindungan finansial bagi penerima manfaat yaitu biasanya ahli waris ketika terkena musibah yang dapat menghilangkan jiwanya. Asuransi jiwa biasanya diperluas juga menjadi asuransi kesehatan dan jiwa namun tetap dipisahkan dengan asuransi kerugian. Untuk asuransi kesehatan, si tertanggung bisa merasakan manfaat perlindungan finansial secara langsung ketika mengalami musibah sakit. Namun tetap saya tekankan sebagai asuransi jiwa karena asuransi kesehatan biasanya hanyalah pengembangan premi dari asuransi jiwa. Alias manfaat jaminan kesehatan besarannya mengacu dan tidak melebihi dari manfaat uang pertanggungan untuk program asuransi jiwanya.
Sayangnya desakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditambah dengan desakan menabung untuk memenuhi kebutuhan dalam membangun masa depan seperti kebutuhan akan rumah tinggal, kendaraan, pendidikan anak juga rencana pensiun membuat mengikuti program asuransi jiwa terasa jauh kurang penting dibandingkan dengan usaha pemenuhan kebutuhan yang disebut lainnya. Alasannya sederhana, terutama bagi individu-keluarga muda, yaitu merasa mengikuti asuransi jiwa belumlah dirasakan sebagai prioritas sehingga menundanya atau belum merasa perlu. Biasanya bilapun ada yang mengikuti program asuransi jiwa, yang mereka kejar adalah manfaat nilai tunainya. Itu karena manfaat nilai tunai/investasi yang ada pada program asuransi jiwa biasanya berjangka panjang, rata-rata mempunyai kinerja hasil investasi yang di atas bunga deposito dan memiliki program rutinitas setoran, sehingga bisa digunakan sebagai rencana jangka panjang terutama untuk rencana pendidikan anaknya nanti ataupun rencana pensiun. Tapi, hampir semua berkeberatan dengan beban premi yang harus mereka bayar karena memang mereka belum begitu mengapresiasi kebutuhan akan jaminan finansial yang disediakan oleh asuransi jiwa.
Akibatnya pada bisnis asuransi di Indonesia, seringkali etika penjualan dilanggar dengan tidak transparan dalam jumlah beban premi yang harus dibayarkan oleh calon pembeli. Juga banyak yang mempromosikan seolah-olah program asuransi jiwanya adalah selayaknya program investasi yang berbonus asuransi! Hal ini sering-kali membawa salah-pengertian. Calon pembeli mengira program yang akan dia ikuti akan seperti selayaknya program investasi, yang paling tidak sebagian besar porsi uangnya akan ditanamkan untuk investasi dan juga iming-iming kinerja yang jauh lebih tinggi daripada janji bunga deposito. Namun kemudian menjadi terkaget-kaget ketika mengetahui (mungkin setelah ikut 1-2 tahun) besarnya beban premi yang harus dia bayar membuat porsi investasinya menjadi jauh lebih kecil daripada porsi untuk buat bayar preminya. Atau ternyata hasil investasinya masih dibebani untuk pembayaran premi sehingga kinerja yang diiming-imingi yang seharusnya jauh lebih tinggi daripada deposito ternyata hasil bersihnya malah jauh lebih rendah setelah dikurangi dengan beban untuk membayar premi!
Jika kesadaran untuk berasuransi jiwa pada individu-keluarga muda masih rendah, sampai kapanpun masalah kesalah-pahaman ini tak akan terselesaikan. Ditambah lagi pada faktor strategi (baik perusahaan maupun perorangan/agen) untuk mempromosikannya sebagai model investasi berbonus asuransi. Terutama terlihat sekali pada perusahaan-perusahaan patungan bank-asuransi (bank-assurance) yang menggantungkan lini depan penjualannya pada lini-lini depan pelayanan kostumer bank. Sehingga banyak terjadi pegawai bank yang melayani juga penjualan asuransi jiwa terutama yang bersifat program asuransi jiwa + tabungan. Sayangnya banyak dari mereka tidak memahami faktor premi dan sifat kebutuhan yang khas yang harusnya dijelaskan olehnya. Melainkan sering-kali membawakannya dengan cara yang sama/tipikal dengan program-program bergaya investasi lainnya seperti penawaran obligasi, reksa-dana, dsb.
Sekali-lagi tulisan ini tetap saya tekankan pada kesadaran berasuransi jiwanya. Perluasannya dalam asuransi kesehatan dan manfaat nilai tunai, bagi saya, jika kesadaran terhadap pentingnya program asuransi jiwa tetap rendah, maka calon pembeli tetap berpotensi tidak puas terhadap premi yang dikenakan. Atau malah bisa jadi meminta program asuransi kesehatan yang TERPISAH dengan program asuransi jiwa. Atau bisa juga menuntut program asuransi + investasi dibuatkan yang mengandung premi asuransi jiwa yang paling sedikit dan porsi investasi yang paling besar. Ini semua membuat peran-serta untuk mewujudkan tujuan mulia kesadaran berasuransi jiwa bagi perusahaan-perusahaan asuransi jiwa akan sulit tercapai di Indonesia. Memang banyak keuntungan investasi yang dikaitkan dan dikeluarkan oleh perusahaan asuransi melalui produk asuransi jiwa + tabungan yang singkatnya biasa disebut sebagai produk Unit Link. Dan ada baiknya juga program asuransi kesehatan yang terpisah dengan program asuransi jiwa. Tapi sayangnya ini akan membuat calon pembeli akan menyikapi pembelian asuransi jiwa juga pun asuransi kesehatan sebagai pembelian yang untung-untungan (untunglah kalau sempat/bisa klaim), berprasangka tinggi dan sekedar pelengkap/kebutuhan tersier dimana membelinya setelah hampir semua prioritas yang lain terpenuhi. Sehingga timbul sikap yang tidak pedulian terhadap perkembangan portofolio asuransi jiwa (+ kesehatan)-nya yang berguna untuk memperbarui portofolio polis asuransinya berdasarkan resiko umur dan faktor kesehatannya. Paling-paling klien hanya mengingat dia punya jaminan berapa untuk akses jaminan kesehatannya dan terutama yang paling dipedulikannya adalah perkembangan manfaat nilai tunainya. Hampir tidak ada rencana finansial tertulis dan terintegrasi berdasarkan umur, resiko (baik finansial maupun fisik) dan potensi kebutuhan/permasalahannya.
Sepertinya terlihat tidak ada jalan untuk menggugah kesadaran. Meskipun sudah mendengar berbagai kesaksian dari generasi yang lebih tua ataupun generasai yang lain yang telah mengalami gangguan kesehatan yang mengganggu pula rencana finansialnya. Sayang sekali bila banyak yang harus mengalaminya dulu melalui orang tua sendiri atau yang dikasihinya ataupun pada dirinya-sendiri, baru timbul kesadaran tentang asuransi jiwa ataupun kesehatan. Tentu kita semua tidak ingin mengalami dulu kejadiannya. Jangan sampai seperti pada contoh pasangannya yang meninggal membuat seorang istri harus ketar-ketir melanjutkan rencana finansialnya bersama anak-anak. Atau di tinggal mati orang tua padahal adik-adik banyak yang masih belum selesai sekolahnya, dlsb. Saat-saat seperti itu adalah saat yang sangat menyedihkan karena sudah terlambat. Sedangkan orang muda sekarang masih memandang program asuransi jiwa sebagai program yang untung-untungan dan yang tidak begitu terasa langsung manfaatnya bagi dirinya sendiri.
Meski demikian, saya sendiri sebagai agen asuransi tidak menganjurkan untuk membujuk orang-orang yang kita kasihi ataupun orang-orang di sekitar kita untuk masuk program asuransi jiwa dengan mengharu-birukan perasaan mereka! Atau dengan menakut-nakuti mereka akan musibah, kematian, penyakit, dlsb. Bagi saya, cara-cara tersebut tidak menghargai privasi perasaan orang lain. Juga merupakan cara yang sangat agresif dikarenakan bagi calon pembeli hanya ada dua pilihan baginya, mengakui/menonjolkan ketakutan mereka atau terpaksa menolak diri kita. Ingat, seringkali yang ditolak bukanlah program asuransi jiwanya, tapi GAYA diri kita yang menjual seperti itu. Mereka tentu mempertahankan kenyamanan pribadi mereka dan cenderung berusaha melepaskan diri dari jerat/gangguan terhadap privasi perasaan mereka. Perlu diketahui, pendekatan yang saya lakukan langsung di lapangan dalam bertemu klien sebagian besar masihlah merupakan mengejar keefisienan dengan menyortir dan kemudian hanya mendekati calon-calon pembeli yang memang butuh atau telah sadar baik itu untuk menjual asuransi jiwanya atau untuk menjual investasinya. Itupun sebagian besar melalui referensi atau rekomendasi dari teman atau klien saya yang senang dengan gaya saya menjual. Sedangkan bila saya mendapati calon pembeli yang merasa belum butuh, yang saya lakukan adalah berusaha mempromosikan dan menyadarkan bukan melalui diri saya melainkan melalui referensi (teman atau keluarganya) yang mengenalkan calon pembeli itu ke diri saya. Tentu calon pembeli lebih mempercayai teman atau keluarganya sehingga jauh lebih efektif jika saya tetap memberikan masukan dan pendapat saya melalui diri referensi tersebut supaya kemudian dalam hubungan sosialnya, yang alaminya pesan-pesan saya akan disampaikan lagi ke calon pembeli yang saya hadapi tersebut.
Walaupun begitu, tulisan ini merupakan bentuk usaha saya selanjutnya untuk membagikan pengalaman dan pemikiran saya yang bertujuan untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran kita akan kebutuhan asuransi jiwa. Mirip seperti jaman dimana metode menabung melalui bank belum begitu dikenal. Maka meningkatnya animo masyarakat untuk menabung adalah seiring dengan kesadaran kita semua yang meningkat terhadap kebutuhan untuk keamanan menabung, transaksi bisnis melalui produk perbankan dan juga untuk mendapatkan bunga. Bahkan sampai-sampai tidak begitu dipermasalahkan lagi bila biaya administrasinya semakin tinggi dan bunga yang dijanjikan semakin rendah. Tentu hal ini butuh waktu. Dan cara yang paling nyaman dan tidak mendesak adalah melalui tulisan, baik itu bagi saya maupun bagi para pembaca yang mungkin juga telah merencanakan untuk membeli program asuransi jiwa.
KESADARAN SI PASIEN
Tolak pandang yang akan saya gunakan dalam tulisan ini untuk membujuk anda memahami tentang perlunya kebutuhan akan program asuransi jiwa bukanlah dengan menakut-nakuti. Juga bukan dengan menyebutkan berbagai keunggulan dan kecanggihan produk ataupun perusahaannya. Kesadaran akan kebutuhanlah yang menjadi sasaran saya. Namun hal ini bukan berarti bahwa kita semua secara naif tidak sadar akan pentingnya program asuransi jiwa. Saya yakin, hampir dari seluruh diri kita telah mengetahui dan menyadari pentingnya berasuransi jiwa. Namun ketika ditodong untuk ikutan asuransi jiwa, maka hampir otomatis jua bagi orang-orang yang memang belum ada niatan untuk masuk, membentengi diri dengan berbagai alasan untuk menghindar bahkan mengkonfrontasi. Di sini saya tidak mengatakan semua orang wajib masuk asuransi jiwa. Melainkan hendaknya menarik untuk dicermati reaksi-reaksi otomatis kita yang sepertinya cenderung untuk sulit melihat manfaat langsung, ungkapan-ungkapan mengapa sering dikatakan sebagai untung-untungan, prasangka yang kelewatan, dlsb. Jadi, bilapun kita ingin menolak untuk masuk ke program asuransi jiwa manapun, tolong dipastikan alasannya bukan karena tidak nyaman dipaksa untuk membeli melainkan karena memang menyadari belum/tidak butuh berdasarkan karakter agenda finansial pribadinya sendiri.
Kesadaran yang dimaksud di sini pun yang ingin saya sampaikan adalah KESADARAN SI PASIEN. Bukan sekedar sadar akan manfaat ikut program asuransi jiwa. Saya akan jelaskan lebih lanjut. Saya akan ambil contoh. Adakah yang pernah merasakan penyakit Lupus? Kalau kita baca dari Wikipedia edisi bahasa Indonesia akan saya kutip, Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan). Setelah kita sekedar membaca dari kutipan Wikipedia edisi bahasa Indonesia tentang Lupus tersebut, kita jadi menyadari bahayanya penyakit tersebut. Namun pembahasan tentang kesadaran yang saya inginkan adalah LEBIH DARI ITU. Kita tidak sekedar tahu dari membaca kemudian sadar bahayanya. Tapi kita belumlah MENYADARI BAHAYANYA SEPERTI SAAT MENGALAMINYA LANGSUNG. Kesadaran saat kita mengetahui kita menderita Lupus pastilah sangat mengerikan. Dan tiba-tiba hal yang paling terpenting di dunia ini bagi diri kita adalah PULIHNYA KEMBALI KESEHATAN KITA SEPERTI SEDIA KALA.
Apapun yang sedang kita rasakan ketika kita lagi jatuh sakit terutama sakit berat, kita hampir langung serta-merta meminggirkan segala prioritas sebelumnya yang ingin kita lakukan dan MEMBUAT KESEMBUHAN ADALAH PRIORITAS YANG PALING UTAMA. Lebih mengerikannya lagi, jika kita menyadari penyakit kita tidak dapat disembuhkan dan dapat membuat ajal menghampiri kita JAUH LEBIH CEPAT DARIPADA YANG KITA KIRA, maka setelah prioritas untuk menyembuhkan diri dianggap gagal, maka DATANGLAH PENYESALAN-PENYESALAN. Kecuali seseorang sudah cukup berpasrah diri dan berbahagia menantikan ajalnya, namun mau-tidak mau segala rencana duniawi (juga finansial) yang tak akan dapat diselesaikannya berkelebatan di kepalanya.
Penjelasan ilustrasi di atas cukup bergaya menakut-nakuti anda? Kalau kita sekedar takut karena ditakut-takuti lalu masuk ke program asuransi jiwa, bukan itu tujuan saya ngoceh di tulisan ini.
EKSPRESI JIWA
Jiwa adalah sesuatu yang menjiwai tubuh ini sehingga bisa disebut sebagai manusia yang manusiawi. Tentu tujuan kita hidup bukanlah sekedar menimbun harta-benda atau membuat segalanya terjadi sesuai rencana-rencana. Namun terutama adalah kita dapat MENJIWAI segala yang kita rencanakan dan lakukan. Jikalau hidup tanpa menjiwainya, maka tentu tidak akan ada yang dianggap sebagai DRAMA KEHIDUPAN. Film tidak akan laku dan kreativitas juga seni akan segera menjadi kering. Secara teori bisa saja badan kita digantikan oleh robot-robot yang sanggup melakukan dan meniru apapun yang perlu atau biasanya dilakukan dalam menjalani kehidupan kita, lalu kita sendiri lenyap entah kemana yang jelas bukan di kehidupan itu. Tentu bukan itu yang kita mau bukan? Paling tidak, jika kehidupan kita terasa seperti robot, kita masih memiliki jalan-jalan pelarian dari kehidupan diri kita sendiri! Ini membuktikan sebegitu pentingnya pemaknaan atau penghayatan/PENJIWAAN dalam kehidupan kita.
Setidaknya ketika lagi melarikan diri berdugem ria adalah saat kita mencari variasi dari kebosanan hidup! Mencari variasi adalah mencari pemaknaan dan penghayatan hidup. Kita bisa kehilangan kewarasan jika terus-menerus hidup tanpa menjiwainya.
Tak usah dikatakan pentingnya faktor kesehatan supaya bisa menjiwai kehidupan. Namun dalam keadaan sakit menuju ajal pun ada orang yang juga bisa menjiwai sisa kehidupannya untuk membahagiakan dirinya sendiri. Jika kita ikut program asuransi kesehatan dengan berpikir pada saat ini hanya bisa menghayati manfaat bantuan finansial saat klaim belaka, maka tujuan kita tersebut hanyalah tujuan materi, yang dimana kita sekedar ikut program asuransi kesehatan cuma berharap beruntung saat masih bisa klaim dan diterima klaimnya. Ini membuat program asuransi kesehatan hanyalah metode lain untuk mengumpulkan harta-benda di saat musibah sakit sekalipun. Akibatnya biasanya kita akan merasa ironis karena dua hal :
Merasa uang yang diterima melalui klaim tidak dapat menutup biaya yang timbul dari penyakitnya. Hal ini karena tiadanya perencanaan yang matang dan asal masuk ketika ikut program asuransi kesehatan. Merasa beruntung karena jumlah klaim dapat menutupi biaya pengobatan. Namun seiring mulai dirinya dapat merasakan manfaat asuransi kesehatan seiring pula kecemasannya terhadap perencanaan biaya kesehatan terutama untuk penyakit kritis yang biayanya bisa sangat mahal dan bisa membuat bangkrut. Untuk yang ini biasanya pemegang polis mulai menambah portofolionya seiring dengan bertambahnya kekhawatiran. Apalagi jika penghasilannya terbatas.
Dua-duanya ironis karena dua-duanya menambah kekhawatiran akan kesanggupannya membiayai kesehatannya di masa depan. Ini dapat terjadi bilamana hidup selalu diukur oleh tingkat kecemasan terhadap kemampuan finansial. Dan biasanya tetaplah kesadaran akan asuransi jiwa (bukan asuransi kesehatan)-nya rendah. Bisa dimaklumi karena sesungguhnya yang paling dikhawatirkan oleh mereka adalah kecemasannya alias DIRINYA SENDIRI. Sedangkan salah satu kualitas kesadaran yang diperlukan dalam hal asuransi jiwa adalah EKSPRESI PENJIWAAN AKAN KEPEDULIAN AKAN ORANG LAIN. Banyak orang yang dapat mengatakan dia peduli dan bahkan menunjukkannya berulang-kali. Tapi menjiwainya? Belum tentu. Terutama jika masih mempunyai pikiran bukan aku yang menikmati manfaat asuransi jiwa walaupun pikiran itu cuma sekejap saja.
Menghayati atau menjiwai kehidupan adalah dapat merasakan langsung kehidupan pada saat ini. TERMASUK pun ketika sedang berencana. Program asuransi jiwa adalah suatu program yang merupakan penerapan dari rencana-rencana finansial anda. Rencana-rencana finansial TERUTAMA BUKAN UNTUK MENGHASILKAN KEKHAWATIRAN, JUGA BUKAN UNTUK MENJAMIN KEDAMAIAN PIKIRAN, MELAINKAN UNTUK EKSPRESI KASIH DARI JIWA ANDA TERHADAP KEHIDUPAN DIRI ANDA DAN KELUARGA ANDA SENDIRI. Mencari jaminan kedamaian pikiran sama saja mengkhawatirkan kedamaian pikiran anda. Manfaat asuransi jiwa TERASA SAAT INI JUGA. Dapatkah kita semua merasakannya? Ketika seorang yang baru saja menjadi ayah membeli asuransi jiwa walaupun atas nama demi jaminan pendidikan anak, namun sebenarnya sang ayah baru itu baru saja MENJIWAI PERANNYA SEBAGAI AYAH MELALUI PEMBELIAN TERSEBUT? Bagi saya sebagai agen asuransi, tidak masalah anda mengekspresikan penjiwaan anda terhadap kehidupan melalui membeli ataupun tidak membeli asuransi
jiwa.
Tapi saya akan sangat senang dan terharu bila saja bisa mengetahui bahwa anda membeli asuransi jiwa untuk :
Menjiwai kasih anda terhadap istri dan anak.
Menjiwai kasih anda terhadap ortu dan juga saudara kandung.
Menjiwai kasih anda terhadap orang-lain.
-Tidak sekedar mewarisi uang
Membeli asuransi kesehatan untuk :
Menyayangi diri anda dan orang-orang yang bergantung dengan anda
Menghargai kehidupan dengan menghargai pentingnya kesehatan yang tercermin dalam rencana jaminan kesehatan finansial anda. Menghargai ajal dengan sudah berusaha mempertahankan kesehatan anda untuk terus menjiwai sisa kehidupan.
-Tidak sekedar mengejar uang penggantian klaim Sekaligus berinvestasi untuk :
menggunakan sumber daya dengan bijak dan menjiwai setiap interaksi dan transaksinya supaya tidak kehilangan rasa syukur dan sifat manusiawinya.
Selamat merencanakan keuangan anda, semoga kita tidak pernah kehilangan jiwa kita.